Thursday, November 7, 2013

Pentingnya Human Capital dalam Era Hyper-competition

The river where you set your foot just now is gone,
Those waters giving way to this, now this. ~ Heraclitus

Tidak seorang pun dapat menginjakkan kaki dua kali di sungai yang sama. Kendati kedalaman air, temperature, dan debit air adalah sama, tidak berubah, namun molekul air yang selalu mengalir ke muara itu bukanlah air yang sama. Dunia selalu berubah dan dinamis, demikian isi pesan filsuf Heraclitus.

Seiring dengan makin berumurnya perusahaan, kondisi yang dihadapi tidak pernah sama, baik internal maupun eksternal. Dari sisi internal, manajemen puncak senantiasa berubah, leadership style berubah, konsep-konsep manajemen yang dianut pun berubah. Dari sisi eksternal, peta persaingan bisnis selalu berubah, cenderung makin cepat dan ketat. Era kapitalisme millennium baru ini, oleh beberapa pakar manajemen disebut era hyper-competition. Seperti yang kita temukan dalam kehidupan keseharian, kini tak ada lagi produk tanpa pesaing. Apple yang merintis iPad, bisa dengan mudah dibongkar produknya dan lalu ditiru oleh produsen gadget dari Jepang, Korea, China, bahkan Indonesia. Yamaha yang merintis motor matic, tak berapa lama dikejar oleh pesaingnya Honda dan Suzuki. Di dunia bisnis era ini, tak ada pemain yang boleh percaya diri dan merasa nyaman di posisinya.

Dalam kondisi persaingan yang amat dinamis ini, amat penting bagi perusahaan untuk mempertahankan dan mendapatkan top talents, yakni sumber daya manusia yang unggul dalam merespon persaingan. Ekonom Joseph Schumpeter, menyebutkan sebuah siklus dalam dunia bisnis dan ekonomi yang disebutnya Creative Destruction. Kita masih ingat Kodak yang kini telah almarhum, sebagai bentuk dari destruksi kreatif. Kodak tidak cukup cepat merespon dinamika bisnis, sehingga bangkrut akibat pasar fotografi dan film telah beralih ke digital. Di industry telekomunikasi, kita ingat Siemens dan Ericsson yang terpaksa keluar dari sektor mobile phone karena kalah bersaing.

Geoffrey B. West, seorang fisikawan senior dan mantan presiden Santa Fe Institute, meneliti bahwa perusahaan atau korporasi dalam dunia bisnis ekonomi memiliki kemiripan (scalability) dengan organisme hidup. Dia menyebut kedua eksistensi yang berbeda ini memiliki kesamaan dalam adaptive complex system. Ini artinya seperti makhluk biologis, maka korporasi atau perusahaan memiliki sistem yang kompleks yang berkembang dan tumbuh merespon lingkungan. Makin besar ukuran (asset dan profitability), pada umumnya makin panjang harapan hidupnya. Seperti gajah dengan semut, seperti itulah ExxonMobil dengan Primagama misalnya. Salah satu perbedaan penting antara organism dan korporasi, dari riset ini, adalah bahwa data korporasi memiliki lebih banyak variance daripada data organism. Ini artinya korporasi lebih memiliki kendali dalam takdirnya dibandingkan dengan organism. Dalam proses penuaan menuju kematian (aging process), sebuah korporasi masih memiliki banyak pilihan untuk melawan proses penuaan, dibandingkan dengan organism. Di sinilah letak pentingnya sumber daya manusia dalam perusahaan, yakni sebagai adaptive system dalam korporasi yang melakukan pilihan dan tindakan. Bukan ekuitas atau aset tetap yang memiliki sifat adaptive, melainkan human capital.

Di era millennium ini tidaklah mudah mengelola human capital. William Strauss dan Neil Howe mempopulerkan sebutan Generasi Millenial (atau Net Generation atau Generasi Y) bagi generasi pekerja kelahiran 1980 – 1990 an. Generasi ini disinyalir oleh para psikolog memiliki karakteristik cepat bosan, menuntut fleksibilitas kerja tinggi, open-minded, out-spoken, information resourceful, multitasking. Aspirasi generasi ini, yang bila dapat dipenuhi akan membuatnya betah di tempat kerja, adalah: pencapaian prestasi, berkontribusi pada social masyarakat, mendapatkan insentif yang bermanfaat bagi keluarga, dan berkesempatan memperoleh tantangan kerja. Suatu perusahaan tidak lagi cukup memberikan kompensasi dan benefit yang layak, namun juga harus mampu melibatkan pekerjanya dalam mencapai tujuan perusahaan (engagement). Survei terbaru majalah SWA edisi XXIX, mengemukakan hasil survey yang cukup mengejutkan bagi pola pikir lama. Hanya 29% dari responden yang mengutamakan Kompensasi sebagai alasan utama memilih tempat bekerja. Responden terbanyak (31%) memilih Citra Perusahaan sebagai alasan utama. Sementara 10% mengutamakan Kesempatan Karir, 8% mengutamakan Lingkungan Tempat Kerja, 7% mengutamakan Minat Personal. 

Pentingnya membuat pekerja terlibat juga ditunjukkan sejumlah riset yang meneliti dampaknya. Gallup (2004) menemukan kaitan penting employee engagement dengan loyalitas pelanggan, pertumbuhan bisnis, dan profitabilitas. Sejumlah peneliti lain menemukan bahwa perusahaan dengan lebih banyak pekerja yang engaged mampu mencatat pertumbuhan revenue di atas rata-rata. 

Sejatinya, riset SWA yang bekerja sama dengan HayGroup ini menegaskan kembali riset lama professor Richard Layard dari London School of Economics tentang Happiness dan Life Satisfaction. Menurut Layard, tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup tidak meningkat signifikan begitu orang mencapai tingkat level pendapatan tertentu. Beberapa periset menyebut angka USD 16.000 setahun (berdasarkan purchasing power parity). Di Jepang, pendapatan rumah tangga meningkat lima kali lipat selama periode 1958 – 1987, akan tetapi tingkat kepuasan hidup tidak banyak meningkat pada periode yang sama.

Kini mari kita rangkum semua data di atas menjadi sebuah ingatan. Sebuah organisasi atau korporasi pasti akan menua dan mati oleh kompetisi atau perubahan lingkungan. Itu hanya soal waktu. Ada perusahaan yang berusia 30 tahun, 100 tahun, 200 tahun, atau lebih. Namun ada satu faktor penentu sebagai sistem / organ vital yang dapat melawan proses penuaan atau destruksi kreatif itu, yakni human capital. Di era millennium kini, diperlukan lebih dari sekedar paket kompensasi dan benefit untuk mengelola human capital, yakni engagement atau keterlibatan human capital dalam mencapai tujuan perusahaan. Pola manajemen terpusat yang seluruh kebijakan dirumuskan final oleh top management, di masa kini kurang relevan lagi dengan pola kompetisi yang berubah makin cepat dan human capital yang telah berubah generasi menjadi multitasking, information resourceful, dan menginginkan keterlibatan.
(c) eprad.blogspot.com

Friday, November 16, 2012

Tantangan Ilmu Manajemen




Kisah ini akan selalu dikenang dunia bisnis sebagai merger terbesar abad 20. Perusahaan raksasa Chrysler dari US bergabung dengan perusahaan elite Germany Daimler-Benz. Perusahaan baru ini bernama: Daimler-Chrysler. Otak brillian di balik merger ini adalah Jurgen Erich Schrempp, CEO Daimler-Benz AG.

Semua berawal di 1998. Nilai perusahaan Chrysler US$ 36 miliar dianggap Daimler-Benz harga yg murah karena dengan merger ini Daimler dapat masuk ke pasar mobil mewah di US, sementara Chrysler dapat merajai pasar Eropa mengalahkan saingan lokalnya Ford dan GM. Para pelaku bisnis -CEO, jurnalis, analis - sangat optimis dengan mega-merger ini, diperkirakan kapitalisasi pasar Daimler-Chrysler setelah 5 tahun akan mencapai US$ 100 miliar. Pada hari mega-merger ditandatangani, harga saham Chrysler melonjak 17,6% hanya dalam sehari perdagangan, sementara harga saham Daimler-Benz naik 6,4%.

Enam bulan kemudian, persoalan pertama timbul di Daimler-Chrysler, media bisnis melaporkan terjadinya culture clash. Lalu di th 2000, terjadilah kejutan: Chrysler mencatat kerugian. Schrempp memecat Presdir Amerika, James P.Holden, dan menggantinya dengan Dieter Zetsche. Orang Jerman baru ini segera saja memecat 26.000 pegawai, dan mengganti eksekutif-eksekutif amerika dengan orang jerman.

Di 2006,  kerugian Daimler-Chrysler Amerika mencapai US$ 1,2 miliar. Sementara di Jerman, keadaan tidak lebih baik: terjadi beberapa kali penarikan produk, dan Daimler Jerman merugi US$ 3,6 miliar.

Sang brillian, Schrempp, akhirnya mengundurkan diri di 2005, atau tepatnya dipaksa mundur oleh para pemegang saham. Puncaknya terjadi di Mei 2007, Daimler AG menjual sahamnya di Daimler-Chrysler kepada perusahaan investasi Cerberus, senilai hanya US$ 650 juta, sangat amat murah dibanding harga akuisisi yang dibayar Daimler-Benz US$ 36 miliar. Terjadi pengurangan pegawai di kedua perusahaan yang telah bercerai itu, berturut–turut 13.000 dan 12.100 di th 2007 dan 2008.

Apa yg salah dengan manajemen kelas dunia Daimler-Benz dan Chrysler? Apakah mereka tidak pernah belajar ilmu manajemen dari pada guru manajemen sehingga keliru mengambil keputusan?

Guru manajemen tentu saja ada di mana-mana. Di toko buku kita dapat temukan buku-buku best-seller manajemen berbagai topik dari berbagai guru. Salah satunya yang populer di era 1990-an, dengan judul fantastis (seakan penulisnya ingin menyamai Karl-Marx); Reengineering the Corporation: A Manifesto for Business Revolution. Penulisnya, Michael Hammer mengklaim dalam buku ini:

”Reengineering bukanlah melakukan proses bisnis melalui incremental improvement.. Tujuan utama reengineering adalah loncatan kuantum dalam performa – 100 persen atau bahkan 10 kali lipat perbaikan yang dapat dicapai melalui proses bisnis dan struktur kerja yang sama sekali baru.”

Reengineering menjadi hit baru dalam ilmu manajemen. Survei dari salah satu konsultan internasional ternama menyebut bahwa Reengineering digunakan oleh 61% perusahaan amerika di masa itu. Tapi kini, Reengineering tak pernah lagi terdengar atau dibicarakan di sekolah-sekolah bisnis. Ia telah menjadi sejarah ilmu manajemen.

Sejarah ilmu manajemen bukan hanya berisikan teori Reengineering, tapi juga banyak teori manajemen lain. Sebut saja Management by Objectives, the Managerial Grid, the System Approach, Experience Curves, BCG Growth Matrix, dan yang terbaru Total Quality Management (TQM).

Ilmu manajemen, tak ubahnya seperti fashion. Di tiap era, ia mempunyai pemuja dan pengikutnya tersendiri, di era berikutnya ia ditinggalkan karena tidak lagi menarik, atau justru tak lagi mujarab.

Salah satu buku klasik ilmu manajemen, yang masih kita temukan di perpustakaan, adalah In Search of Excellence: Lessons from America’s Best-Known Companies, karya Tom Peters yang ditulis 1982. Ini adalah buku klasik manajemen yang bertengger di puncak best-seller dan terjual jutaan copy dalam berbagai bahasa. Penulisnya melakukan riset terhadap 32 perusahaan terbaik amerika dan mensaripatikan 8 resep sukses utama yang dapat diteladani oleh para manajer di seluruh dunia. Buku ini, sebagaimana Reengineering, segera saja menjadi block-buster.

Bagaimana nasib 32 perusahaan itu sekarang? Lima berakhir bangkrut. Enam diakuisisi oleh perusahaan lain. Artinya 1 dari 3 perusahaan yang menjadi idola di 1982 (excellent !) kini di 2010 telah almarhum. Bagaimana dengan 21 perusahaan yg tersisa? Dua belas mencatatkan return saham yang lebih baik daripada S&P 500, dan 9 perusahaan lagi lebih buruk dari S&P 500. Standard&Poor 500 adalah indeks dari 500 saham perusahaan terbaik di amerika. Kesimpulan: dari 32 perusahaan unggul di 1982, setelah hampir 3 dekade, hanya 12 yang masih tetap unggul. Atau dalam statistik sederhana, dari 32 perusahaan unggul th 1982, setelah tiga dekade: 12 akan tetap unggul, 9 menjadi medioker, 11 almarhum.

Jadi apakah 8 resep sukses bisnis mujarab dari Tom Peters kini tidak lagi manjur?

Pecinta buku ilmu manajemen tak perlu khawatir. Guru dan buku manajemen akan selalu terbit baru di setiap era. Best-seller berikutnya di th 1994 adalah Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies, karya Jim Collins. Dengan metode riset yang sama dengan Tom peters, Jim Collins merangkum 18 perusahaan terhebat di amerika dan menyodorkan resep kebiasaan perusahaan-perusahaan visioner yang akan bertahan langgeng.

Langgeng? Tampaknya Jim Collins lebih beruntung daripada pendahulunya Tom Peters. Sampai kini 18 perusahaan itu masih eksis, dengan berbagai macam kinerja. Sony, Motorola, IBM, dan Ford misalnya, sekarang kinerjanya memburuk. Di 2010, dari 18 perusahaan pilihan Collins, sembilan berkinerja lebih baik daripada S&P 500, sembilan lagi lebih buruk (dengan kata lain 9 perusahaan itu berkinerja lebih buruk dari rata-rata). Kita tidak tahu bagaimana nasib perusahaan-perusahaan unggul itu satu dekade lagi. Time will tell, but not gurus.

Kasus terbaru: Toyota pelopor TQM yang menjadi buah bibir manajemen dan bisnis dalam satu dekade terakhir kini mengalami ‘kesialan’ beruntun. Toyota terpaksa menarik ribuan produknya dari pasar Amerika, Eropa, dan Asia. Apa yang terjadi dengan resep bisnis Toyota yang dipuji-puji pakar manajemen? 
Akankah era TQM akan berakhir sebagaimana resep-resep manajemen pendahulunya?
Akankah Balance-Score-Card atau Malcolm Baldrige atau Business-Model Canvas bertahan lama?
Once again, only time – not gurus – will tell.

Apa yang dapat kita pelajari dari kisah-kisah manajemen ini?
-         Tidak ada resep bisnis dan manajemen yang dapat 100 persen menjamin keberhasilan, meskipun diterapkan sama persis. Apa yang berkinerja baik untuk perusahaan A, belum tentu bekerja atau berkinerja sama baiknya untuk perusahaan B.
-          Tidak perlu menjadi copycat teori ilmu manajemen terbaru, karena ketika perusahaan copycat ini berhasil menerapkan teori ini 100 persen, bisa jadi teori itu sudah usang dan tidak berlaku. Atau bisa jadi perusahaan copycat ini tidak akan berhasil 100 persen menerapkan teori manajemen itu karena perbedaan fundamental bisnis dan budaya perusahaan.
-          Ilmu manajemen bukanlah exact science, seperti engineering, melainkan dismal science seperti ekonomi, yang senantiasa berubah karena melibatkan sangat banyak variabel. Eksekutif dan para manajer dituntut selalu mengikuti perubahan ilmu manajemen dan dinamika dunia bisnis. Apa yang berhasil di hari ini, belum tentu berhasil esok hari. []
 


Tuesday, November 6, 2012

Kutukan Korupsi

Tulisan ini adalah untuk muslim, namun berguna pula bagi non-muslim sebagai penjelasan mengapa korupsi merusak akhlak bangsa.


Bagi seorang muslim doa adalah bagian dari ibadah yang sangat penting. Beberapa sabda Rasulullah saw:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah daripada doa". [Sunan At-Timidzi, bab Do'a 12/263, Sunan Ibnu Majah, bab Do'a 2/341 No. 3874. Musnad Ahmad 2/362].

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. “Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan memurkainya". [Sunan At-Tirmidzi, bab Do'a 12/267-268].

Bahkan doa yang khusuk dan mustajab dikabarkan Rasulullah dapat mengubah takdir.
Dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa". [Sunan At-Tirmidzi, bab Qadar 8/305-306]. Maksudnya, boleh jadi seseorang ditakdirkan tidak berdoa sehingga terkena musibah dan seandainya dia berdoa, mungkin tidak terkena musibah, sehingga doa ibarat tameng dan musibah laksana panah.

Banyak berdoa bisa menghindarkan bencana dan musibah, sebagaimana firman Allah yang mengkisahkan tentang Nabi Ibrahim 'Alaihis Salam :

"Dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku". [Maryam : 48]

Dan firman Allah tentang Nabi Zakaria 'Alaihis Salam.

" Ia berkata :'Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku". [(Maryam : 4)

Doa bagi seorang muslim sangat penting untuk mencapai tujuan / harapan.

Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu 'anhu berkata bahwa tatkala saya mulai bertempur saat perang Badr saya kembali dengan cepat untuk melihat apa yang dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ternyata beliau sedang bersujud dan membaca : Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Kekal, Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Kekal, kemudian saya kembali bertempur, lalu saya kembali lagi ke tempat Rasulullah, saya temui beliau dalam keadaan sujud, kemudian saya kembali bertempur lalu saya kembali ke tempat beliau dan saya temui masih membaca doa tersebut sehingga Allah memberikan kemenangan". [Sunan At-Tirmidzi, bab Doa 13/78. Dishahihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/98]

Seorang ayah atau ibu seringkali, bahkan setiap saat, berdoa agar keluarganya menjadi sakinah, dan anak-anaknya menjadi anak salih/salihah.

Apa artinya menjadi seorang muslim / beragama jika doa-doanya tertolak oleh Allah. Sungguh merugi orang seperti itu, orang tersebut tiada mengambil manfaat dari agama ini melalui doa-doa dan ibadahnya.

Doa-doa Sia-sia


Ketahuilah bahwa memakan uang haram / rejeki yang tidak halal, akan mengakibatkan tertolaknya doa.

Doa-doa untuk mendapatkan keluarga sakinah, anak yang shalih/ah, khusnul khotimah, bahagia dunia dan akhirat, doa menjadi bangsa adil sejahtera; tidak akan berfaedah karena tertolak akibat makanan haram. Sungguh merugi orang seperti ini.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “ Sesungguhnya Allah Maha Baik, tidak menerima kecuali hal yang baik”.  Allah Ta’ala berfirman.

“Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik dan kerjakanlah amalan yang shalih” [Al-Mukminun : 51]

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” [Al-Baqarah : 172]

Sesudah itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan keadaan seseorang yang sedang dalam perjalanan jauh. Orang tersebut rambutnya kusut, tubuhnya penuh debu, menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya memanjatkan (permohonan do’a) : ‘Wahai, Rabb-ku, wahai Rabb-ku”, namun makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram. Dia tumbuh dengan makanan yang haram, bagaimana mungkin dikabulkan. [ Hadits Riwayat Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi]

Bangsa yang didominasi dengan kejujuran, membelanjakan uang yang halal, akan tumbuh menjadi sebuah komunitas yang bersih, penuh teladan dan saling menolong lagi kokoh. Sebaliknya, bangsa yang terkungkung oleh praktek suap, upeti, tipu menipu, akan menjadi komunitas yang lemah, tercerai berai, egoistis, tak mengenal kerjasama saling menolong, hina di mata masyarakat lain, menjadi subur bagi sifat-sifat buruk, mudah berprasangka buruk, tidak saling percaya, mudah terbakar amarah.

Karena makanan-makanan yang buruk tersebut bisa merusak perangai manusia, “Allah mengharamkan makanan-makanan yang buruk lantaran mengandung unsur yang dapat menimbulkan kerusakan, baik pada akal, akhlak ataupun aspek lainnya. Keganjilan perilaku akan nampak pada orang-orang yang menkonsumsi makanan dan minuman yang haram tersebut, sesuai dengan kadar kerusakan yang terkandung (dalam makanan tersebut). Seandainya, mereka tidak mencari-cari alasan takwil (sebagai pembenaran), niscaya sudah pantas untuk ditimpa siksa (dari Allah)” [Majmu Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah]

Kisah Teladan Pentingnya Rejeki Halal


Sudah cukup banyak kisah-kisah teladan bagi muslim tentang pentingnya kejujuran dan rejeki yang halal, jauh dari syubhat.

Kisah pertama adalah kisah gadis pemerah susu kambing di jaman khalifah Umar Ibnu Khattab radiallahu anhu. Suatu ketika, Umar bin Khattab r.a berkeliling melihat keadaan rakyatnya. Beliau biasa berkeliling menyusuri kota Madinah, hingga pada suatu ketika, setelah beliau melaksanakan solat subuh dan keadaan masih gelap gelita beliau berkeliling di pinggiran kota Madinah, akhirnya sampailah beliau di sebuah gubuk kecil. Kemudian terdengar suara seorang wanita dari dalam gubuk tersebut sedang berbicara kepada puterinya: " Kenapa tidak engkau campurkan saja susu itu dengan air?" '' Kenapa harus aku campurkan air pada susu ini, sedangkan Amirul Mukminin sudah melarangnya? '' Terdengar suara jawaban anak gadisnya. Ibunya menyahut: " Orang lain juga buat begitu, campurkan saja dengan air, orang lain tidak mengetahuinya?". Namun gadis tadi berkilah: " Apakah kalau mereka mencampurkan susu dengan air, lalu mereka masuk ke neraka dan kita mengikutinya?". Meskipun Amirul Mukminin tidak mengetahuinya, tetapi Tuhan Amirul Mukminin pasti mengetahuinya".

Umar r.a mendengar pembicaraan tersebut, lalu langsung pulang ke rumahnya. Kemudian beliau memanggil putranya, Ashim r.a dan diceritakan kejadian tersebut kepadanya, lalu beliau menyuruh Ashim r.a agar mau menikahi gadis itu, sambil berkata: " Alangkah untungnya andai ia dapat melahirkan seorang pahlawan yang akan memimpin seluruh Arab". Ashim r.a pun menuruti keinginan ayahnya. Ia menikahi gadis jujur tersebut. Dari hasil perkawinan mereka menghasilkan seorang anak perempuan yang diberi nama Ummu Ashim. Kemudian Ummu Ashim dinikahi Abdul Aziz bin Marwan, dan lahirlah dari pernikahan itu seorang putera yang diberi nama Umar bin Abdul Aziz. Demikianlah asal usul Umar bin Abdul Aziz yang terkenal keshalihannya seperti kakeknya Umar bin Khattab r.a. Begitu bersih dan suci, jauh dari barang haram dan syubhat.

Kisah kedua adalah kisah Tsabit bin Ibrahim, yang memakan buah tanpa seijin pemiliknya. Lalu bersedia bekerja tanpa upah kepada pemilik buah, demi mengikhlaskan buah yang dimakan. Tsabit bin Ibrahim lalu dinikahkan pemilik buah dengan anak perempuannya. Lahirlah Imam Abu Hanifah. Berbeda dengan kisah gadis pemerah susu yang jelas sumbernya, kisah kedua ini sulit dicari sumber kitabnya. Sebagian meriwayatkan bahwa kisah pemakan buah itu adalah Idris, ayah Imam Syafii. Adapula yang meriwayatkan bahwa itu adalah kisah ayah dari Syaikh Abdul Qadir Jailani. Intisari dari kisah lelaki pemakan buah ini (siapapun dia) adalah untuk mendapatkan anak shalih/ah, kedua orang tuanya tidak boleh memakan sesuatu yang haram, atau syubhat (meragukan asalnya).

Bahaya Easy Money


Uang atau rejeki yang diperoleh dari cara haram, bukan hanya uang yang diperoleh dari jual beli barang haram dan illegal seperti prostitusi atau ekstasi, namun juga uang dari suap dan gratifikasi.

Abu Humaidi Assa’idy  Rhadiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam . mengangkat seorang pegawai untuk menerima sedekah/zakat kemudian sesudah selesai, ia datang kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . dan berkata, “Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang padaku.” Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda kepadanya, “Mengapakah engaku tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu apakah di beri hadiah atau tidak (oleh orang)?” Kemudian sesudah shalat, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam berdiri, setelah tasyahud dan memuji Allah selayaknya, lalu bersabda. “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, “Ini hasil untuk kamu dan ini aku berikan hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk menunggu apakah ia diberi hadiah atau tidak? Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya. Jika berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik. Sungguh aku telah menyampaikan.” Abu Humaidi berkata, “kemudian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.



Uang yang diperoleh karena jabatan yang disalahgunakan, adalah easy money. Uang yang mudah didapat, karena si pejabat tidak perlu mengambil risiko, tidak perlu modal, tidak keluar keringat. Sebaliknya, seperti diperingatkan oleh Nabi, jika tidak karena jabatannya, maka tidak mungkin ia mendapatkan easy money itu.

Secara psikologis, uang yang diperoleh secara mudah ini, akan dihabiskan pula dengan mudah oleh orang tersebut. Orang penikmat easy money ini tidak akan berpikir panjang menghabiskan uangnya di tempat hiburan malam, prostitusi, berjudi, mabuk. Pada akhirnya, orang ini mungkin saja mati su’ul khatimah, saat mabuk, overdosis drugs, atau mati berzina.

Maka berhati-hatilah terhadap bahaya easy money dan perhatikanlah sabda Rasulullah yang termahsyur dalam hadits 40 Imam Nawawi ini.

Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata: …Maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.  

Wahai pembaca, sesungguhnya saya telah menasihati Anda dan diri saya sendiri. Maka perhatikanlah nasihat itu dan ingatlah firman Allah ini.

“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, Maka berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul”. (Qs. Ibrahim 44).
  
"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. (Qs. Al-Furqan 27)

“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, Maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (Qs. As-Sajdah 12).

Maka jauhilah perbuatan zalim mendapatkan uang dari cara-cara haram dan syubhat. Karena sesungguhnya kenikmatan di dunia hanya sementara. []

Thursday, October 4, 2012

Konsumsi Beras per Kapita Indonesia

Gita Wirjawan, saat ini menteri perdagangan, pernah menyulut kontroversi dengan ajakannya di media massa agar warga Indonesia mengurangi konsumsi beras. Sebagai gantinya penduduk diimbau untuk mengubah pola makan karbohidrat, misalnya mengkonsumsi singkong atau ubi. Argumentasi Gita Wirjawan adalah data BPS 2011, yang menyebutkan bahwa konsumsi beras per kapita Indonesia 139 kg/tahun, lebih tinggi daripada konsumsi beras per kapita Malaysia yang hanya 63 kg/tahun. Imbauan Gita Wirjawan bertujuan baik, yakni mengubah Indonesia menjadi eksportir beras, dari yang selama ini menjadi negara importer beras nomor satu di dunia. Dengan mengurangi konsumsi beras, maka dengan tingkat produksi saat ini, 2012 sebesar 68,6 juta ton gabah kering giling (GKG), atau setara 39,1 juta ton beras, maka Indonesia dapat melakukan ekspor beras, dan swasembada beras.

Apa yang menggelitik pikiran adalah angka konsumsi per kapita 139 kg/tahun. Beberapa data dari sumber lain menyebutkan 168 kg/tahun (USDA) dan 128 kg/tahun (FAO). Angka tersebut begitu spektakuler di atas konsumsi beras per kapita Jepang (60 kg/tahun), China (70 kg/tahun),Thailand (79 kg/tahun). Jika data konsumsi beras per kapita tersebut salah, berakibat pada kebijakan pangan yang lucu, aneh, dan tidak tepat. Misalnya Peraturan Daerah Pemerintah Kota Depok agar tiap hari Selasa penduduk Depok tidak makan nasi (One Day No Rice). Alih-alih mengeluarkan Peraturan Daerah yang ketat membatasi konversi lahan pertanian menjadi lahan property di Kota Depok demi menjaga produksi beras, Bapak Walikota Depok yang berasal dari partai Islam itu telah menetapkan makanan halal sebagai makanan “haram”.


Angka Mistik
Adalah menarik ketika saya mencoba mengukur angka konsumsi per kapita 139 kg/tahun, artinya saya makan nasi 380 gram per hari. Istri saya mengatakan itu jatah makan satu hari bagi seorang pekerja fisik kelas berat. Karena rasio penduduk laki-laki dan wanita di Indonesia adalah sebanding, maka untuk mendapatkan angka 139 kg/tahun itu, penduduk laki-laki mengkonsumsi > 139, dan penduduk perempuan mengkonsumsi < 139, untuk mendapatkan angka average di 139. Adalah mustahil semua penduduk laki-laki Indonesia adalah pekerja fisik berat yang mengkonsumsi beras > 380 gram sehari.

Beberapa studi yang dilakukan peneliti di Beijing University dan Kyushu University menunjukkan bahwa konsumsi beras menurun dengan meningkatnya pendapatan. Di China dan India, seiring dengan pertumbuhan ekonomi telah mengangkat kelas menengah dan menaikkan pendapatan per kapita penduduk, konsumsi beras per kapita China dan India menurun. Ini selaras dengan kecenderungan di Korea Selatan dan Jepang yang lebih maju perekonomian, konsumsi beras per kapita dalam tingkat yang wajar. Dengan meningkatnya pendapatan maka orang akan lebih terdiversifikasi dalam pola makan.


Fig.9 menunjukkan penelitian Engel tentang konsumsi per kapita Indonesia, hanya sekitar 1,5 kg/pekan (2006), atau 214 gram/hari. Angka ini lebih rendah daripada data statistic resmi 380 gram/hari.


Sedangkan menurut Kenny G (saxophonis), konsumsi beras per kapita Indonesia adalah 414 gram/hari, atau 151 kg/tahun. Jumlah ini jauh di atas “bangsa pemakan beras” lain seperti China, India, Philippines, Sri Lanka, Thailand, dan setara dengan Bangladesh, Burma, dan Vietnam.

Karena angka konsumsi beras per kapita Indonesia tersebut tidak rasional, kita perlu tahu darimana angka mistik itu diperoleh, karena data resmi yang keliru akan fatal jika dijadikan acuan kebijakan pemerintah.

Inkonsistensi Data
Satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa angka konsumsi per kapita beras tidak diperoleh melalui sensus atau survei terhadap penduduk. Apakah Anda tahu persis berapa jumlah beras yang Anda konsumsi per tahun? Berapa banyak keluarga Indonesia yang menghitung jumlah beras yang dikonsumsi dalam setahun? Tak pernah ada survei atau sensus.

Jadi satu-satunya kemungkinan adalah bahwa angka konsumsi per kapita diperoleh dari perhitungan, yakni :

Konsumsi per kapita = Konsumsi total Negara / jumlah penduduk

Sedangkan, Konsumsi total dihitung dari rumus :

Produksi + Impor = Konsumsi + Ekspor + Inventory  
Atau:
Konsumsi = Produksi + Impor – Ekspor - Inventory

Data produksi dicatat oleh Departemen Pertanian. Data impor dan ekspor dicatat oleh Departemen Perdagangan. Data inventory dicatat oleh Bulog. Betul begitu?

Masalahnya adalah banyak data pemerintah tidak konsisten. Misalnya data impor beras tahun 2011, saya coba mencari dari 4 sumber: Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, BPS, dan Departemen Pertanian. Saya menemukan dua sumber resmi yang berbeda.
Impor 2011 : Menperin = 1.339.512 ton
Impor 2011 : Deptan  = 2.698.989 ton

Lalu, untuk tahun 2012, saya mencari data impor Jan – April, saya temukan dua sumber resmi yang berbeda.
Impor Jan – Apr 2012 : BPS = 834.000 ton
Impor Jan – Apr 2012 : Deptan = 962.000 ton

Hei, bagaimana kita dapat menghitung akurat angka konsumsi jika angka dari faktor impor saja simpang siur? 

Benar pernyataan Ketua KTNA, Winarno Tohir bahwa data beras pemerintah diragukan akurasinya. Agen pemerintah bisa saja menyebutkan impor beras hanya sekian sekian ton, namun kenyataannya dapat lebih dari itu.

Lingkaran Setan Impor Beras
Kontroversi banyak terjadi ketika menyoal impor beras. Tahun 2012 ini misalnya Menteri Pertanian Suswono mengatakan (21/9) bahwa produksi beras surplus 5 juta ton. Tapi kenyataan impor beras versi Departemen Pertanian Jan – Jul 2012 telah mencapai 1,113 juta ton. Di lain pihak pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian dan Departemen Perdagangan menyatakan (19/10) bahwa ijin impor hanya untuk 1 juta ton beras sepanjang tahun 2012. Timbul pertanyaan: mengapa terjadi ketidaksesuaian antara ijin impor, realisasi, pengawasan, dan akhirnya terjadi simpang siur pada data impor resmi pemerintah?

Pemerintah (entah itu siapa) selalu mengatakan bahwa impor diperlukan untuk menjaga cadangan beras nasional, dan bahwa cadangan perlu dijaga agar harga beras tidak liar dan dapat dikendalikan. Anehnya, harga beras nasional seringkali volatil, namun harga beli gabah petani relative tetap (rendah). Dengan harga beras nasional tinggi dan harga beras dari luar rendah, maka ada cukup spread margin untuk memelihara lingkaran setan ini.

Berikut ini data Pemerintah (BPS) impor beras Jan – Apr 2012
Asal Ton Nilai, juta USD   USD/ton
Vietnam               416.000 233 560
Thailand               222.000 128 577
India               150.000 70 467
Pakistan                 36.000 14 389
China                 18.800 7 372

Ternyata, angka konsumsi beras per kapita di Indonesia tidak akurat, dan merupakan puncak gunung es dari persoalan manajemen pengelolaan beras nasional. Alih-alih para pejabat pemerintah menyuruh masyarakat makan gaplek atau tiwul, lebih baik manajemen pengelolaan beras pada khususnya dan kebijakan pangan pada umumnya diperbaiki oleh pemerintah. Ini tidak mudah memang, karena memerlukan kepemimpinan yang kuat dan sanggup mengkoordinasi berbagai kepentingan dan agensi pemerintah. Biarkan masyarakat tetap makan nasi, karena bagaimanapun setelah pendapatan per kapita meningkat, warga Indonesia akan mulai makan pizza atau hot dog atau spaghetti.          [eprad (c) Oct-2012]

Bacaan: