The river where you set your foot just
now is gone,
Those waters giving way to this, now
this. ~ Heraclitus
Tidak
seorang pun dapat menginjakkan kaki dua kali di sungai yang sama. Kendati
kedalaman air, temperature, dan debit air adalah sama, tidak berubah, namun molekul
air yang selalu mengalir ke muara itu bukanlah air yang sama. Dunia selalu
berubah dan dinamis, demikian isi pesan filsuf Heraclitus.
Seiring
dengan makin berumurnya perusahaan, kondisi yang dihadapi tidak pernah sama,
baik internal maupun eksternal. Dari sisi internal, manajemen puncak senantiasa
berubah, leadership style berubah, konsep-konsep manajemen yang dianut pun
berubah. Dari sisi eksternal, peta persaingan bisnis selalu berubah, cenderung
makin cepat dan ketat. Era kapitalisme millennium baru ini, oleh beberapa pakar
manajemen disebut era hyper-competition. Seperti yang kita temukan dalam
kehidupan keseharian, kini tak ada lagi produk tanpa pesaing. Apple yang
merintis iPad, bisa dengan mudah dibongkar produknya dan lalu ditiru oleh
produsen gadget dari Jepang, Korea, China, bahkan Indonesia. Yamaha yang
merintis motor matic, tak berapa lama dikejar oleh pesaingnya Honda dan Suzuki.
Di dunia bisnis era ini, tak ada pemain yang boleh percaya diri dan merasa
nyaman di posisinya.
Dalam
kondisi persaingan yang amat dinamis ini, amat penting bagi perusahaan untuk
mempertahankan dan mendapatkan top talents, yakni sumber daya manusia yang unggul
dalam merespon persaingan. Ekonom Joseph Schumpeter, menyebutkan sebuah siklus
dalam dunia bisnis dan ekonomi yang disebutnya Creative Destruction. Kita masih ingat Kodak yang kini telah
almarhum, sebagai bentuk dari destruksi kreatif. Kodak tidak cukup cepat
merespon dinamika bisnis, sehingga bangkrut akibat pasar fotografi dan film telah
beralih ke digital. Di industry telekomunikasi, kita ingat Siemens dan Ericsson
yang terpaksa keluar dari sektor mobile phone karena kalah bersaing.
Geoffrey
B. West, seorang fisikawan senior dan mantan presiden Santa Fe Institute,
meneliti bahwa perusahaan atau korporasi dalam dunia bisnis ekonomi memiliki
kemiripan (scalability) dengan organisme hidup. Dia menyebut kedua eksistensi
yang berbeda ini memiliki kesamaan dalam adaptive
complex system. Ini artinya seperti makhluk biologis, maka korporasi atau
perusahaan memiliki sistem yang kompleks yang berkembang dan tumbuh merespon
lingkungan. Makin besar ukuran (asset dan profitability), pada umumnya makin
panjang harapan hidupnya. Seperti gajah dengan semut, seperti itulah ExxonMobil
dengan Primagama misalnya. Salah satu perbedaan penting antara organism dan
korporasi, dari riset ini, adalah bahwa data korporasi memiliki lebih banyak
variance daripada data organism. Ini artinya korporasi lebih memiliki kendali dalam
takdirnya dibandingkan dengan organism. Dalam proses penuaan menuju kematian
(aging process), sebuah korporasi masih memiliki banyak pilihan untuk melawan
proses penuaan, dibandingkan dengan organism. Di sinilah letak pentingnya
sumber daya manusia dalam perusahaan, yakni sebagai adaptive system dalam korporasi
yang melakukan pilihan dan tindakan. Bukan ekuitas atau aset tetap yang
memiliki sifat adaptive, melainkan human capital.
Di era
millennium ini tidaklah mudah mengelola human capital. William Strauss dan Neil
Howe mempopulerkan sebutan Generasi Millenial (atau Net Generation atau
Generasi Y) bagi generasi pekerja kelahiran 1980 – 1990 an. Generasi ini
disinyalir oleh para psikolog memiliki karakteristik cepat bosan, menuntut fleksibilitas
kerja tinggi, open-minded, out-spoken, information resourceful, multitasking.
Aspirasi generasi ini, yang bila dapat dipenuhi akan membuatnya betah di tempat
kerja, adalah: pencapaian prestasi, berkontribusi pada social masyarakat,
mendapatkan insentif yang bermanfaat bagi keluarga, dan berkesempatan
memperoleh tantangan kerja. Suatu perusahaan tidak lagi cukup memberikan
kompensasi dan benefit yang layak, namun juga harus mampu melibatkan pekerjanya
dalam mencapai tujuan perusahaan (engagement). Survei terbaru majalah SWA edisi
XXIX, mengemukakan hasil survey yang cukup mengejutkan bagi pola pikir lama.
Hanya 29% dari responden yang mengutamakan Kompensasi sebagai alasan utama memilih
tempat bekerja. Responden terbanyak (31%) memilih Citra Perusahaan sebagai alasan
utama. Sementara 10% mengutamakan Kesempatan Karir, 8% mengutamakan Lingkungan
Tempat Kerja, 7% mengutamakan Minat Personal.
Pentingnya
membuat pekerja terlibat juga ditunjukkan sejumlah riset yang meneliti
dampaknya. Gallup (2004) menemukan kaitan penting employee engagement dengan loyalitas pelanggan, pertumbuhan bisnis,
dan profitabilitas. Sejumlah peneliti lain menemukan bahwa perusahaan dengan
lebih banyak pekerja yang engaged
mampu mencatat pertumbuhan revenue di atas rata-rata.
Sejatinya,
riset SWA yang bekerja sama dengan HayGroup ini menegaskan kembali riset lama professor
Richard Layard dari London School of Economics tentang Happiness dan Life
Satisfaction. Menurut Layard, tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup tidak meningkat
signifikan begitu orang mencapai tingkat level pendapatan tertentu. Beberapa periset
menyebut angka USD 16.000 setahun (berdasarkan purchasing power parity). Di
Jepang, pendapatan rumah tangga meningkat lima kali lipat selama periode 1958 –
1987, akan tetapi tingkat kepuasan hidup tidak banyak meningkat pada periode
yang sama.
Kini
mari kita rangkum semua data di atas menjadi sebuah ingatan. Sebuah organisasi
atau korporasi pasti akan menua dan mati oleh kompetisi atau perubahan
lingkungan. Itu hanya soal waktu. Ada perusahaan yang berusia 30 tahun, 100
tahun, 200 tahun, atau lebih. Namun ada satu faktor penentu sebagai sistem / organ vital
yang dapat melawan proses penuaan atau destruksi kreatif itu, yakni human
capital. Di era millennium kini, diperlukan lebih dari sekedar paket kompensasi
dan benefit untuk mengelola human capital, yakni engagement atau keterlibatan human capital dalam mencapai tujuan
perusahaan. Pola manajemen terpusat yang seluruh kebijakan dirumuskan final oleh top management, di masa kini kurang relevan lagi dengan pola kompetisi yang berubah
makin cepat dan human capital yang telah berubah generasi menjadi multitasking,
information resourceful, dan menginginkan keterlibatan.
(c) eprad.blogspot.com